Bekerja di Jepang menjadi impian banyak orang Indonesia, terutama lulusan SMK, pencari kerja muda, atau mereka yang ingin menambah pengalaman internasional.
Namun, salah satu kendala terbesar bukan hanya soal bahasa atau keterampilan, melainkan biaya kerja di Jepang yang ternyata tidak sedikit.
Banyak calon pekerja tidak menyadari bahwa sejak tahap awal hingga keberangkatan, mereka harus menyiapkan biaya cukup besar.
Baca juga:
Proses kerja di Jepang lewat jalur pemagangan biasanya terdiri atas beberapa tahap.
Mulai dari seleksi di lembaga pengirim, pelatihan bahasa dan keterampilan, pengurusan dokumen, hingga biaya keberangkatan.
Setiap tahap membutuhkan dana tersendiri sehingga total biaya yang terkumpul bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Bagi banyak keluarga di Indonesia, jumlah tersebut tentu tidak kecil.
Tidak jarang calon pekerja akhirnya terpaksa berutang, menjual aset, atau bahkan tertipu calo ilegal karena kurangnya informasi.
Peserta wajib mendaftar di LPK (Lembaga Pelatihan Kerja) atau lembaga pengirim resmi.
Biaya seleksi biasanya berkisar Rp 500.000–Rp 1.500.000.
Ditambah biaya administrasi awal sekitar Rp 1.000.000–Rp 3.000.000.
Biaya ini mencakup formulir, pemeriksaan kesehatan dasar, serta pengolahan data.
Peserta wajib menjalani pelatihan bahasa Jepang selama 3–6 bulan.
LPK biasanya menyediakan kelas intensif N5–N4 dan pengenalan budaya kerja Jepang.
Biaya kursus berkisar Rp 7.000.000–Rp 20.000.000.
Buku dan bahan ajar sekitar Rp 500.000–Rp 1.000.000.
Ujian bahasa JFT-Basic di Indonesia dikenakan biaya Rp 550.000.
Tarif JLPT menyesuaikan kota dan level ujian yang diambil.
Sebelum mengajukan visa, peserta wajib melakukan pemeriksaan medis lengkap.
Biaya medical check-up berkisar Rp 700.000–Rp 2.000.000.
Ditambah sertifikat bebas TBC dan narkoba sesuai ketentuan rumah sakit.
Tahap ini mencakup paspor, visa kerja, surat rekomendasi BP2MI, hingga dokumen pendukung lain.
Visa single entry Rp 320.000, multiple entry Rp 630.000, dan transit Rp 70.000.
Ada juga biaya layanan JVAC Rp 250.000 serta pra-registrasi waiver e-paspor Rp 170.000 (per Maret/April 2025).
Jika tidak ditanggung perusahaan penerima, peserta harus membayar sendiri.
Harga tiket Jakarta–Tokyo sekitar Rp 8.000.000–Rp 12.000.000.
Transportasi lokal ke bandara atau antar kota berkisar Rp 500.000–Rp 1.500.000.
Peserta yang mengikuti pelatihan di luar kota harus menanggung biaya tempat tinggal.
Sewa kos atau asrama 3–6 bulan bisa mencapai Rp 3.000.000–Rp 6.000.000.
Ditambah biaya hidup harian sekitar Rp 2.000.000–Rp 5.000.000.
Berdasarkan laporan BP2MI dan data lapangan, total biaya kerja di Jepang lewat jalur pemagangan berkisar Rp 30.000.000–Rp 50.000.000.
Besarnya biaya dipengaruhi lokasi pelatihan, lembaga pengirim, sektor pekerjaan, hingga kemungkinan adanya subsidi dari pihak Jepang.
Sayangnya, masih ada praktik pungutan liar dan biaya tersembunyi yang membebani peserta.
Contohnya, biaya ikatan kontrak hingga Rp 10 juta.
Ada pula potongan gaji bulan pertama tanpa penjelasan atau tambahan biaya pelatihan mendadak sebelum keberangkatan.
Beberapa skema dapat membantu meringankan biaya.
Jalur G to G (Government to Government) biasanya lebih terkontrol dan murah, meski kuotanya terbatas dan persaingannya ketat.
Ada juga dukungan dari perusahaan penerima di Jepang yang menanggung tiket pesawat atau pelatihan bahasa, tergantung industri.
Selain itu, beberapa pemda dan BLK di Indonesia menyediakan pelatihan gratis sebagai bagian dari program penempatan kerja luar negeri.
Sebagai tambahan, jalur Specified Skilled Worker (SSW) umumnya membutuhkan biaya awal lebih rendah.
Peserta tidak wajib melalui LPK, tetapi harus mandiri belajar bahasa, mengikuti ujian keterampilan, serta mengurus visa dan dokumen sendiri.
Meski kursus bisa lebih murah, risikonya lebih tinggi karena informasi tidak selalu jelas.
Jalur ini lebih cocok untuk mereka yang sudah berpengalaman atau alumni magang yang ingin kembali bekerja di Jepang.
Biaya kerja di Jepang lewat program pemagangan tidak bisa dianggap remeh.
Rata-rata, calon pekerja harus menyiapkan minimal Rp 30 juta hanya untuk proses keberangkatan, belum termasuk biaya hidup bulan pertama di Jepang.
Banyak yang berhasil meraih impian bekerja di Jepang, tetapi tidak sedikit juga yang terpaksa mundur karena kendala finansial.
Dengan memahami semua komponen biaya sejak awal, calon pekerja dapat mempersiapkan diri lebih matang sekaligus terhindar dari pungutan ilegal yang merugikan.
Sumber:
Penulis: Karaksa Media Partner (Agustus 2025)
View this post on Instagram