Harga beras yang terus melonjak di Jepang dalam setahun terakhir memengaruhi diaspora Indonesia pelaku usaha kuliner.
Swasta Putra Dianto yang kerap disapa Ian, pemilik Garuda Cafe di Tokyo, merasakan langsung dampak dari lonjakan harga ini.
"Menekan (harga) terus. Jadi setelah lima bulan, beras ini langka. Sampai sekarang pun masih langka, masih mahal," ucap Ian kepada Ohayo Jepang, (21/6/205).
Melansir Xinhua (24/6/2025), harga lima kilogram beras di Jepang per 15 Juni 2025 sekitar 3.000 yen atau Rp 337.000-an.
Ia menjelaskan bahwa biaya belanja 30 kilogram beras yang biasa ia beli meningkat lebih dari dua kali lipat.
Beban ini semakin terasa mengingat dalam kondisi ramai, terutama saat ada acara komunitas, 30 kilogram beras bisa habis hanya dalam waktu satu minggu.
"Dulu masih anggaplah Rp 1 juta, sekarang ini dua kali lipat lebih. Terakhir saya beli itu jadi sekitar Rp 2,3 juta," kata pemilik Garuda Cafe yang berdiri pada 2024 ini.
Baca juga:
Menghadapi situasi ini, Ian berada dalam dilema.
Di satu sisi, biaya produksi meningkat, tetapi di sisi lain, Ian khawatir akan kehilangan pelanggan jika menaikkan harga menu.
Ia memutuskan untuk menahan harga jual makanannya.
"Mau naikin harga, tapi takut pelanggan kabur," ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa baru-baru ini ada kabar dari pemerintah Jepang mengenai rencana penurunan harga beras.
Bahkan, ada beras murah seharga 2.000 yen per lima kg (sekitar Rp 200.000).
Namun, beras tersebut sangat sulit didapatkan karena harus antre atau membeli secara daring dan cepat habis.
Sebagai alternatif, ia mulai mempertimbangkan untuk mencari beras jenis lain.
Beberapa rekannya sesama pengusaha restoran menyarankan untuk beralih ke beras dari California atau Australia yang harganya lebih murah.
Meski demikian, ia mengaku belum mencobanya karena masih mengutamakan kualitas beras Jepang yang menurutnya lebih enak.
Menurutnya, peralihan ke beras non-Jepang akan menjadi pilihan jika kondisi harga tidak membaik.
Tantangan serupa juga dirasakan oleh Nurhanifah, diaspora Indonesia yang membuka restoran Padang Amanah Mande di Kanagawa.
Sebagai pengusaha kuliner yang menyajikan masakan Padang, nasi adalah komponen utama dalam hampir semua hidangan, ia mengaku situasi ini membuatnya kewalahan.
"Berat, mau naikin harga, baru akan (rencana)," ujar Nurhanifah kepada Ohayo Jepang, (28/4/2025).
Ia menghadapi dilema yang sama yaitu menaikkan harga berisiko kehilangan pelanggan yang sudah terbiasa dengan tarif sebelumnya.
Nurhanifah juga mengungkapkan bahwa belum ada bantuan konkret seperti subsidi dari Pemerintah Jepang bagi pelaku usaha sepertinya untuk menghadapi kenaikan harga pangan.
Tanpa dukungan tersebut, ia harus terus berpikir kreatif agar usahanya dapat bertahan tanpa mengorbankan kualitas rasa atau kehilangan pelanggan setia.
Harga beras di Jepang dilaporkan melonjak hingga dua kali lipat dalam 12 bulan terakhir hingga Mei 2025.
Fenomena ini disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, mulai dari gangguan rantai pasok, dampak musim panas kering dua tahun lalu yang merusak panen, hingga praktik penimbunan oleh sebagian pedagang.
Situasi ini diperburuk oleh aksi beli panik tahun lalu setelah adanya peringatan dari pemerintah mengenai potensi gempa besar.
Menurut data terbaru dari Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang; harga beras di Jepang mulai menurun dalam empat minggu berturut-turut.
Harga lima kilogram beras di Jepang sekarang rata-rata 3.000 yen atau sekitar Rp 337.000-an per 15 Juni 2025.
Sementara, harga beras di Jepang minggu sebelumnya mencapai 3.920 yen atau Rp 441.000-an.
Penurunan tersebut disebabkan oleh pasokan beras cadangan dengan harga lebih rendah yang mulai tersedia di pasaran.
Kini, perhatian tertuju pada keberlanjutan tren penurunan harga beras secara keseluruhan.
Hal itu mengingat distribusi beras cadangan diperkirakan akan semakin meluas dalam beberapa minggu ke depan.
View this post on Instagram