Katalog visa kerja yang diterbitkan oleh Kementerian Luar Negeri Jepang menyatakan bahwa pelamar harus memiliki gelar sarjana atau pengalaman profesional yang dapat dibuktikan selama sepuluh tahun untuk peran ESHIS.
Bahasa tetap menjadi faktor utama, departemen yang berhubungan langsung dengan klien meminta JLPT N2, meskipun banyak divisi TI menerima N3 yang dipadukan dengan kemampuan Bahasa Inggris tingkat tinggi.
Penekanan Jepang pada transparansi pasar tenaga kerja berarti pelamar Indonesia juga harus menunjukkan registrasi AK-1 (kartu kuning) mereka sebelum pemberi kerja Jepang dapat mengajukan Sertifikat Kelayakan.
Gaji harus memenuhi atau melebihi level rekan di Jepang; pedoman pemerintah menetapkan gaji minimum untuk insinyur junior sekitar 250.000 yen per bulan.
Namun, perusahaan teknologi sering kali memulai dengan gaji yang lebih tinggi untuk tetap kompetitif.
Sejak Maret 2024, jalur terpisah visa Digital Nomad enam bulan memungkinkan profesional jarak jauh yang menghasilkan setidaknya 10 juta yen per tahun untuk menetap sementara di Jepang.
Syaratnya mereka mempertahankan asuransi pribadi dan mengajukan rencana kerja terperinci.
Meskipun skema ini menargetkan pekerja lepas global, hal ini menunjukkan betapa agresifnya pembuat kebijakan dalam menarik pekerja berbasis pengetahuan.
Mendapatkan visa hanyalah langkah awal dari kurva pembelajaran budaya.
Siklus keputusan tetap mengalir melalui memo ringi-shō yang beredar untuk mendapatkan tanda tangan.