Pada abad ke-8 M, terutama di periode Nara, sumo mulai berkembang menjadi pertandingan antar orang-orang kuat.
Kontes seperti ini disebut tsuji-zumo, dan kerap diselenggarakan dengan hadiah uang tunai. Para samurai pun sering ikut serta.
Namun, tsuji-zumo saat itu masih belum memiliki aturan yang jelas. Tak jarang, pertandingan berakhir tragis hingga memakan korban jiwa.
Selain itu, ada pula kanjin-zumo, yaitu pertandingan sumo yang diadakan di kuil Shinto.
Tujuannya untuk menggalang dana agar kuil bisa tetap beroperasi.
Dari sini, terlihat bagaimana sumo sudah sejak lama menjadi bagian dari kegiatan sosial dan keagamaan masyarakat Jepang.
Baca juga:
Gerakan-gerakan khas dalam sumo ternyata memiliki makna spiritual yang kuat.
Misalnya, saat pesumo mengangkat satu kaki lalu menghentakkannya ke tanah dengan keras, gerakan ini disebut shiki.
Gerakan ini berasal dari kebiasaan para prajurit zaman dahulu yang ingin menakuti musuh sebelum pertempuran.
Bahkan dalam mitologi Shinto, Dewi Amaterasu pernah melakukan gerakan shiki saat menghadapi saudaranya yang sulit dikendalikan, Susanoo.