OHAYOJEPANG - Setiap Juli dan Desember, ribuan warga Indonesia menunggu dengan penuh harap di depan layar komputer, menanti hasil ujian Japanese-Language Proficiency Test atau JLPT.
Setelah berbulan-bulan belajar kanji, tata bahasa, latihan mendengar, dan uji coba, hasil ujian ini bukan sekadar nilai akademik.
Bagi mereka yang ingin bekerja di Jepang, pengumuman hasil JLPT menjadi momen penting yang dapat menentukan langkah karier selanjutnya.
Baca juga:
JLPT bukan sekadar tes bahasa Jepang, melainkan sertifikasi yang berperan besar dalam proses rekrutmen tenaga kerja di Jepang.
Banyak perusahaan Jepang di sektor manufaktur, perhotelan, keperawatan, hingga korporasi, menjadikan sertifikat JLPT sebagai syarat wajib.
Tanpa bukti kelulusan, pelamar bahkan bisa tersaring sejak tahap awal seleksi.
Melalui perjanjian Indonesia–Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), misalnya, calon perawat asal Indonesia diharapkan mencapai level N2 di akhir masa pelatihan, meski banyak yang memulai dari N3 atau N4.
Sementara untuk program Specified Skilled Worker (SSW), syarat kemampuan bahasa minimal berada di level N4 atau N3, tergantung bidang pekerjaannya.
Bagi sektor teknologi informasi, bisnis, dan teknik, level N2 atau N1 menjadi standar agar karyawan dapat membaca dokumen teknis, mengikuti rapat, serta memahami komunikasi internal perusahaan Jepang.
Hasil JLPT tidak hanya berfungsi sebagai umpan balik akademik, tetapi juga menjadi bukti konkret dalam pengurusan visa dan proses perekrutan kerja di Jepang.