OHAYOJEPANG - Perusahaan pemasok unagi di Saitama menciptakan saus unagi tanpa alkohol agar hidangan belut panggang khas Jepang bisa dinikmati di lebih banyak negara, termasuk negara Muslim.
Selama berabad-abad, aroma khas belut panggang telah menjadi bagian penting dari kuliner Jepang.
Melansir Kyodo News (8/10/2025), sausnya yang manis dan gurih menjadi ciri khas hidangan tradisional bernama unagi kabayaki.
Setiap musim panas, masyarakat Jepang merayakan hari belut, ketika mereka menyantap belut untuk memulihkan stamina di tengah suhu terpanas sepanjang tahun.
Tradisi ini sudah menjadi bagian dari budaya kuliner Jepang.
Namun, kabayaki sulit diekspor ke negara mayoritas Muslim karena sausnya mengandung sake dan mirin, dua bahan yang mengandung alkohol.
Koihei, nama perusahaan itu, melihat peluang besar dalam hal ini dengan mengembangkan saus bebas alkohol tanpa mengubah cita rasa aslinya.
Baca juga:
Proyek pembuatan saus tanpa alkohol dipimpin oleh Yoichi Matsui, manajer penjualan Koihei.
Ia ingin mempertahankan cita rasa tradisional kabayaki tanpa menggunakan sake dan mirin.
Gagasan ini muncul setelah Koihei mengikuti pameran makanan di Tokyo pada Juni 2023.
Banyak distributor dari Asia Tenggara dan Timur Tengah menanyakan apakah perusahaan memiliki versi saus tanpa alkohol.
Melihat tingginya permintaan, Matsui membentuk tim pengembang pada Juli 2024.
Sebagian besar anggotanya adalah karyawan muda.
Mereka ditugaskan mengembangkan saus bebas alkohol sekaligus bebas gluten agar ramah bagi konsumen dengan alergi gandum.
Formula awal hanya terdiri atas empat bahan dasar: kecap asin, garam, gula, dan sirup pati.
Koihei kemudian bekerja sama dengan produsen kecap yang bisa membuat kecap tanpa alkohol dan tanpa gandum.
Namun, hasil percobaan pertama belum sesuai harapan.
Penggunaan tamari soy sauce tanpa gandum membuat rasa saus menjadi terlalu manis. Tanpa sake dan mirin, saus juga kehilangan kedalaman rasa khas kabayaki.
Matsui lalu mengadakan survei internal yang diikuti sekitar 70 karyawan.
Mereka diminta menilai keseimbangan rasa manis, asin, dan keseluruhan rasa saus dalam skala lima poin.
Masukan dari survei digunakan untuk menyesuaikan komposisi bahan.
Koihei juga meminta saran dari para pengrajin senior yang telah lama menjaga cita rasa tradisional perusahaan.
Setelah melalui banyak percobaan, Koihei mencapai hasil penting pada Mei tahun ini.
Meski proses fermentasi kecap menghasilkan sedikit alkohol alami, tim berhasil menekan kandungan alkohol hingga di bawah 0,5 persen.
Angka ini memenuhi standar “kurang dari 1 persen” yang diterapkan banyak negara Muslim untuk izin impor.
Koihei kemudian meluncurkan kampanye crowdfunding guna melihat tanggapan publik dan hasilnya positif.
Banyak pendukung memuji saus baru tersebut karena rasanya dianggap tetap otentik dan seimbang.
Beberapa karyawan mengaku memiliki perasaan campur aduk.
Mereka memahami bahwa mengubah resep yang diwariskan selama lima generasi bukan hal mudah.
“Mengubah saus yang sarat semangat para pendahulu kami tidaklah mudah,” ujar salah satu karyawan.
Koihei tetap berkomitmen menyempurnakan saus ini agar mencapai hasil terbaik.
Saat ini, versi tanpa alkohol disiapkan untuk ekspor ke luar negeri. Namun, kemungkinan menggantikan versi lama di Jepang masih terbuka.
Matsui mengatakan bahwa perjalanan mereka belum berakhir.
Ia menegaskan akan terus melakukan perbaikan setiap hari hingga mendapatkan hasil yang benar-benar memuaskan.
© Kyodo News