Film terbaru ini juga menjadi bagian pertama dari trilogi penutup yang digarap studio Ufotable.
Popularitas film terlihat dari promosi masif di seluruh Jepang.
Iklan raksasa menghiasi stasiun kereta, tayangan iklan televisi tidak pernah berhenti, hingga seni sawah yang menampilkan karakter Tanjiro ikut memeriahkan.
Yuri Kamada, penonton berusia 22 tahun, mengaku sudah tiga kali menonton film ini di Grand Cinema Sunshine, Ikebukuro, Tokyo.
“Setiap kali menonton saya menangis,” ujarnya kepada AFP, sambil menyebut dirinya bangga sebagai warga Jepang.
Ia menilai tokoh manusia maupun iblis digambarkan secara mendalam sehingga penonton bisa ikut bersimpati pada karakter lawan.
Reo Takagi, mahasiswa 19 tahun asal Tokyo, juga mengaku sudah dua kali menonton film ini.
Menurutnya, salah satu keunggulan Demon Slayer adalah jalan cerita yang ringkas dan mudah dipahami karena hanya terdiri dari sekitar 20 volume manga.
Demon Slayer awalnya ditulis oleh mangaka Koyoharu Gotouge sebelum diadaptasi ke layar lebar oleh Ufotable.
Kualitas sinematografi film ini kerap dipuji karena menampilkan efek visual spektakuler.