Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Travelling Tips

Tips Hadapi Musim Panas di Jepang untuk Wisatawan Indonesia, Cegah Heatstroke

Kompas.com - 04/09/2025, 14:29 WIB

OHAYOJEPANG - Musim panas di Jepang biasanya berlangsung dari Juni hingga Agustus.

Di beberapa wilayah, panas dapat berlanjut hingga pertengahan September.

Bulan Juni ditandai dengan datangnya tsuyu atau musim hujan dengan curah hujan cukup sering.

Setelah itu, Juli dan Agustus dipenuhi suhu udara yang tinggi disertai kelembapan yang terasa menekan.

Bagi wisatawan asal Indonesia, kondisi ini bisa jadi tantangan karena berbeda dengan iklim tropis di tanah air.

Namun, musim panas juga menawarkan pengalaman unik yang bisa dinikmati dengan persiapan tepat.

Baca juga:

Cara Orang Jepang Hindari Heatstroke

  1. Tetap terhidrasi dan konsumsi elektrolit.

Warga Jepang terbiasa menjaga asupan cairan tubuh dengan meminum minuman olahraga atau larutan rehidrasi seperti OS-1 yang mampu menggantikan garam dan cairan secara efektif.

  1. Gunakan aksesori penyejuk.

Di minimarket dan apotek, banyak tersedia semprotan air, tisu basah pendingin, kipas genggam, penyejuk leher, permen garam, hingga payung anti-UV yang bisa membantu menurunkan rasa gerah.

  1. Kenakan pakaian yang sesuai.

Orang Jepang biasanya memilih pakaian berbahan katun atau linen yang ringan dan menyerap keringat.

Ditambah penggunaan topi atau payung kecil, serta produk seperti Airism dari Uniqlo untuk menjaga kenyamanan.

  1. Lakukan uchimizu atau menyiram jalan.

Tradisi menyiram air di halaman atau jalanan dipercaya mampu menurunkan suhu sekitar, bahkan di Tokyo ada program khusus bernama Sidewalk Sprinkling Campaign untuk menghidupkan tradisi ini.

  1. Nikmati kesejukan fūrin dan ikuti kampanye Cool Biz.

Suara lonceng angin yang bergemerincing lembut memberi efek psikologis menenangkan.

Sementara pemerintah mendorong karyawan memakai pakaian ringan dan menjaga suhu ruangan sekitar 28 derajat Celsius lewat program Cool Biz yang berlangsung dari Mei hingga Oktober.

Ringkasan Musim Panas di Jepang

Musim panas di Jepang tidak hanya tentang suhu tinggi, tetapi juga tradisi budaya yang khas.

Festival musim panas, pesta kembang api, dan perayaan Tanabata menjadi agenda yang selalu ditunggu oleh masyarakat maupun wisatawan.

Ada pula tradisi Obon yang berfokus pada penghormatan leluhur, sehingga memberi warna tersendiri pada suasana musim panas.

Kuliner khas juga menjadi daya tarik, terutama belut panggang atau unagi yang biasanya disantap pada Hari Lembu Musim Panas atau Midsummer Ox Day.

Hidangan ini dipercaya membantu memulihkan energi yang terkuras akibat cuaca panas.

Dengan begitu, musim panas di Jepang tetap bisa dinikmati wisatawan asal Indonesia selama memahami cara beradaptasi dengan lingkungan setempat.

Aspek Detail
Waktu Juni-Agustus (awal hujan, lalu panas dan lembap)
Pencegahan Panas Hidrasi, aksesori penyejuk, pakaian ringan, uchimizu, fūrin, “Cool Biz”
Aktivitas Festival, kembang api, Tanabata, makanan penyegar, tradisi Obon
Hidangan Musim Panas Belut panggang (unagi) pada Midsummer Ox Day

Sumber:

  • JNTO (https://www.japan.travel/en/guide/summer-guide/)
  • Japan Living Guide (https://www.japanlivingguide.com/expatinfo/healthcaresystem/heatstroke)

Penulis: Karaksa Media Partner (September 2025)

@ohayo_jepang Pejabat Jepang salah ngomong lah kok langsung mundur?! 🙇‍♂️ Beberapa waktu lalu, Menteri Pertanian Jepang Taku Etō mundur gara-gara slip of the tongue alias salah ngomong. 
Saat harga beras naik gila-gilaan, dia malah bilang: “Saya nggak pernah beli beras, selalu dikasih pendukung.” Publik langsung ngamuk karena dianggap nggak punya empati. Hasilnya, nggak lama, beliau pun resmi mengundurkan diri (The Japan Times, 20 Mei 2025). 🔑 Kenapa bisa segampang itu mundur?
Karena di Jepang ada budaya tanggung jawab (resign when at fault):
➡️ Saat pejabat melanggar kepercayaan publik, mundur dianggap langkah terhormat.
➡️ Bukan cuma politik, tapi juga bentuk pertanggungjawaban moral.
➡️ Makanya ada istilah: daijin o jinin suru (mengundurkan diri sebagai menteri) & sekinin o toru (mengambil tanggung jawab). Di Jepang, mundur bukan selalu karena tidak bisa bertahan, tapi sering jadi cara menjaga integritas diri sekaligus menyelamatkan muka institusi/partai. 
Gak heran, sejak 2000, 10 dari 33 Menteri Pertanian Jepang mundur gara-gara kasus atau komentar sensitif. Fyi nih, sistem parlementer Jepang juga bikin pergantian menteri relatif lebih mudah dibanding negara presidensial seperti U.S.
Itulah kenapa budaya “mundur” sudah jadi bagian dari politik moral Jepang. Polling: Kalau di Indonesia, budaya kayak gini sebaiknya ada juga nggak? Kreator Konten: Zahra Permata J Produser: Siti Annisa Penulis: YUHARRANI AISYAH #OhayoJepang #HidupdiJepang #KerjadiJepang #MagangdiJepang #BudayaJepang ♬ suara asli - Ohayo Jepang
Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.