Ekspektasi yang tidak realistis: Banyak yang beranggapan bahwa pekerjaan akan mudah atau gaji besar bisa langsung ditabung. Kenyataannya, pekerjaan fisik dan biaya hidup kerap tidak sebanding dengan harapan awal.
Utang sebelum keberangkatan: Meskipun jalur resmi mengurangi biaya penempatan, banyak PMI tetap harus meminjam uang untuk biaya pelatihan atau perjalanan.
Salah paham di tempat kerja: Tanpa pembekalan yang memadai, beberapa PMI merasa tugas kerja tidak sesuai dengan yang dijanjikan saat wawancara.
Tekanan mental: Rasa rindu kampung halaman, kejutan budaya, dan jam kerja panjang dapat menyebabkan kelelahan mental, apalagi jika tidak tersedia layanan kesehatan mental di tempat kerja.
Tantangan itu tidak hanya dialami oleh segelintir orang, tetapi merupakan pola umum yang terjadi lintas industri dan wilayah kerja di Jepang.
Meski prosesnya berat, banyak PMI berhasil menyelesaikan program kerjanya. Beberapa kembali ke Indonesia dengan keterampilan baru dan tabungan yang cukup untuk membuka usaha.
Ada pula yang melanjutkan ke jenis visa lanjutan, memperpanjang kontrak, bahkan mengajukan status tinggal permanen dalam kondisi tertentu, khususnya dalam skema SSW setelah lulus ujian lanjutan.
Selain itu, perusahaan Jepang kini semakin mengakui dedikasi PMI yang dikenal rajin, sopan, dan pekerja keras.
Citra positif ini mendorong perekrutan berkelanjutan dan peningkatan dukungan kelembagaan, seperti kelas bahasa tambahan dan fasilitas tempat tinggal yang lebih baik bagi PMI baru.
Perjalanan PMI di Jepang melalui jalur resmi merupakan proses yang panjang dan menantang.