Menjelang pemilu yang akan digelar Minggu ini, berbagai survei menunjukkan koalisi pemerintah berisiko kehilangan mayoritas di majelis tinggi.
Jika benar terjadi, Ishiba mungkin tak punya pilihan selain mundur, meski ia baru memimpin kurang dari setahun.
Sebelumnya, pada Oktober lalu, koalisi ini juga kehilangan mayoritas di majelis rendah, hasil terburuk Partai Demokrat Liberal (LDP) dalam 15 tahun terakhir.
Masalah Ishiba tak berhenti di situ.
Di bidang perdagangan, ia sedang dikejar waktu untuk mencapai kesepakatan dengan Amerika Serikat sebelum tarif baru sebesar 25 persen diberlakukan mulai 1 Agustus.
Saat ini, produk otomotif Jepang, serta baja dan aluminium, sudah dikenakan tarif tinggi.
Presiden AS Donald Trump mendesak Jepang untuk meningkatkan produksi barang di Amerika Serikat.
Ia juga meminta Jepang membeli lebih banyak produk Amerika, seperti gas, minyak, mobil, bahkan beras. Langkah ini demi menekan defisit perdagangan kedua negara yang mencapai 70 miliar dolar AS.
Untuk mengatasi persoalan ini, Ishiba telah mengirim utusan perdagangannya, Ryosei Akazawa, ke Washington sebanyak tujuh kali demi mencari kesepakatan.
Jumat ini, Ishiba dijadwalkan bertemu dengan Menteri Keuangan AS Scott Bessent, didampingi Akazawa.