Menariknya, di Prefektur Hyogo, anago bahkan lebih disukai dibanding unagi atau ikan sidat air tawar.
Tapi dalam beberapa tahun terakhir, jumlah tangkapan anago lokal terus menurun.
Perubahan lingkungan, reklamasi lahan, dan penangkapan berlebihan jadi penyebab utamanya.
Kini, sebagian besar pasokan bergantung pada impor dari Korea dan Tiongkok. Sementara itu, anago hasil tangkapan lokal makin jarang dijumpai di pasar.
Namun, yaki anago tetap hadir dalam berbagai momen penting masyarakat setempat.
Di rumah, ikan sidat panggang ini biasanya dimakan langsung dari tusukannya.
Tak jarang juga dijadikan isian makizushi (sushi gulung) atau chirashizushi (sushi campur).
Hidangan ini sebenarnya bisa dinikmati sepanjang tahun. Namun, musim terbaik untuk menyantap ma-anago biasanya berlangsung dari Juli sampai September.
Di luar musim itu pun, yaki anago tetap jadi pilihan saat perayaan akhir tahun, tahun baru, setsubun, hingga festival.
Tak hanya disantap di rumah atau restoran, yaki anago juga sering dibeli sebagai oleh-oleh.