Saat pertama kali turun dari pesawat di Tokyo, saya langsung memperhatikan satu hal kecil yang cukup menonjol di toilet umum yaitu tisu toilet bisa langsung disiram ke dalam kloset.
Tidak ada tempat sampah kecil di sampingnya seperti yang biasa saya lihat di Indonesia. Kalaupun ada, tempat sampah itu hampir selalu kosong.
Awalnya saya pikir ini hanya kebiasaan unik.
Setelah beberapa hari tinggal di Tokyo, saya baru sadar kalau kebiasaan ini bukan hal biasa.
Ternyata, semuanya didukung oleh sistem yang dirancang dengan baik; mulai dari saluran air, standar produk, sampai kebijakan lingkungan.
Baca juga:
Toilet di Jepang tidak hanya canggih, tapi juga ramah pengguna.
Di balik tampilannya yang modern, sistem pembuangan air di negara ini dibuat agar bisa menyiram limbah dan tisu sekaligus tanpa menyumbat saluran.
Hingga akhir tahun fiskal 2023, sebanyak 93,3 persen penduduk Jepang sudah memiliki akses ke fasilitas pengolahan limbah.
Jumlah ini naik dari 92,9 persen pada tahun sebelumnya.
Dengan cakupan ini, lebih dari 116 juta orang di Jepang bisa menggunakan toilet yang memungkinkan tisu langsung dibuang ke dalam kloset.
Negara yang belum memiliki sistem pengolahan limbah serupa biasanya masih mengharuskan pengguna membuang tisu ke tempat sampah.
Bukan hanya saluran airnya yang dirancang khusus. Tisu toilet di Jepang juga diproduksi dengan standar nasional.
Sejak 1993, Jepang menerapkan standar JIS P 4501 yang mewajibkan tisu toilet mudah hancur saat dicampur dengan air.
Proses pengujian ini mengikuti metode “disintegration” yang sudah ditentukan secara resmi.
Hanya tisu yang memenuhi syarat ini yang boleh menampilkan logo biru “flushable”.
Logo ini menandakan bahwa produk tersebut aman untuk disiram dan tidak akan menyebabkan penyumbatan di pipa.
Kebiasaan menyiram tisu langsung ke dalam kloset juga sejalan dengan kebijakan lingkungan Jepang. Negara ini mendorong prinsip 3R: Reduce, Reuse, Recycle.
Pemerintah Jepang menyetujui Rencana Dasar Kelima tentang Masyarakat Sirkular pada Agustus 2024.
Dalam rencana itu, mereka menekankan pentingnya mengurangi sampah rumah tangga dan meningkatkan efisiensi pengolahannya.
Dengan menyiram tisu ke saluran air, volume sampah padat bisa berkurang.
Hal ini berdampak pada menurunnya biaya pengumpulan sampah dan memperkuat sistem daur ulang di lingkungan sekitar.
Sebagai pendatang, saya tidak butuh waktu lama untuk menyesuaikan diri. Cukup tarik tuas dan semuanya selesai.
Tapi dari kebiasaan sederhana ini, saya jadi belajar bahwa kenyamanan sehari-hari bisa tercipta jika desain produk, infrastruktur, dan kebijakan saling mendukung.
Sejak saat itu, saya sering berbagi cerita ini ke teman-teman. Kadang, kebiasaan yang terlihat kecil justru menyimpan pelajaran besar tentang efisiensi dan keberlanjutan.
Jepang kembali membuktikan bahwa kenyamanan bisa hadir di tempat yang tak kita duga.
Saya pun berharap, suatu saat nanti sistem seperti ini bisa diterapkan juga di Indonesia.
Penulis:
Axel, pekerja kantor asal Indonesia yang tinggal di Tokyo. Di waktu luang, ia suka bernyanyi, mendengarkan musik, dan berjalan kaki menjelajahi kota.
Konten disediakan oleh Karaksa Media Partner (Juni 2025)
Sumber:
View this post on Instagram