Data inflasi Jepang yang dirilis pada Jumat (23/5/2025) menunjukkan bahwa harga beras pada April lalu melonjak sebesar 98 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Melansir AFP, Jumat (23/5/2025), ada beberapa faktor di balik lonjakan tajam ini, yang dimulai beberapa bulan lalu, dan kini menjadi masalah besar bagi pemerintahan Perdana Menteri (PM) Shigeru Ishiba.
Para ahli mengatakan penyebab utama melonjaknya harga beras adalah karena kekurangan pasokan pangan pokok yang selama berabad-abad telah mengakar dalam budaya Jepang.
Faktor penyebabnya termasuk musim panas ekstrem pada 2023 yang merusak hasil panen, disusul lonjakan permintaan pada 2024 yang sebagian didorong oleh aksi borong (panic-buying) akibat peringatan gempa besar yang ternyata tidak terjadi.
Ada yang mengatakan juga bahwa dugaan penimbunan oleh beberapa distributor juga memerankan faktor penting di balik kekurangan pasokan.
Selama bertahun-tahun, karena konsumsi beras menurun, kebijakan pemerintah adalah mengurangi luas lahan yang digunakan untuk menanam padi demi memberi ruang bagi tanaman lain.
Pada saat yang sama, seiring dengan populasi Jepang yang menua, banyak petani padi sudah lanjut usia dan anak-anak mereka enggan meneruskan usaha tersebut.
Menurut data Kementerian Pertanian Jepang, hampir 90 persen lahan pertanian dikelola oleh petani berusia di atas 60 tahun, dan 70 persen tidak memiliki penerus.
Luas lahan sawah menyusut menjadi 2,3 juta hektar pada 2024, turun dari puncaknya 3,4 juta hektar pada 1961.