“Pemerintah Jepang selama ini fokus pada bagaimana mengurangi produksi beras demi mengendalikan pasar, bukan bagaimana meningkatkan konsumsi beras,” kata Tadao Koike, generasi ketiga pengelola toko beras di Tokyo yang berdiri lebih dari 90 tahun.
“Sekarang kita semua menanggung akibatnya,” ujarnya kepada AFP.
Baca juga:
Ini pertama kalinya sejak gudang tersebut dibangun pada 1995, masalah rantai pasokan menjadi pemicunya.
Namun, seperti terlihat dari data terbaru, langkah ini justru belum memberikan dampak signifikan.
Asisten profesor di Universitas Utsunomiya, Masayuki Ogawa, mengatakan bahwa hal ini karena cadangan tersebut digunakan untuk “beras campuran” dan bukan untuk beras bermerek dari varietas atau daerah tertentu yang lebih populer.
“Dalam hal harga rata-rata, harga beras bermerek naik cukup signifikan hingga mengimbangi efek dari beras cadangan yang menekan harga rata-rata. Hal ini membuat harga eceran di supermarket tetap tinggi meskipun ada pelepasan cadangan,” jelas Ogawa kepada AFP.
Setelah bertahun-tahun harga stagnan atau turun, inflasi kini mulai menekan konsumen Jepang dan pada akhirnya memengaruhi dukungan terhadap pemerintah.
Partai Demokrat Liberal (LDP), yang hampir selalu berkuasa selama beberapa dekade, kehilangan mayoritasnya tahun lalu dan harus membentuk koalisi.
Akhir pekan lalu, Menteri Pertanian, Taku Eto, memicu kemarahan publik karena komentarnya yang kontroversial soal akses beras.