OHAYOJEPANG - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta menyebut pendidikan mitigasi bencana ala Jepang atau bosai belum bisa langsung diterapkan sepenuhnya di Jakarta.
Alasannya, model mitigasi tersebut perlu disesuaikan dengan budaya serta kearifan lokal masyarakat setempat.
“Kita harus bijak kalau memang mau dibagikan ke Jakarta, tidak bisa langsung 100 persen persis, harus ada proses adaptasi, menyesuaikan dengan budaya dan kearifan lokal,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan BPBD DKI Jakarta Mohamad Yohan dalam sebuah podcast di Jakarta, Jumat (12/9/2025).
Baca juga:
Yohan menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir muncul gagasan mengenai “Tas Siaga Bencana”.
Melansir Antara News (12/9/2025), tas ini perlu disiapkan oleh setiap anggota keluarga sebagai langkah berjaga-jaga ketika bencana atau kondisi darurat datang.
Tas siaga tersebut dirancang untuk membantu seseorang bertahan hidup setidaknya selama tiga hari hingga bantuan tiba.
Isinya meliputi dokumen dan surat berharga, pakaian ganti untuk tiga hari, peluit, alat penerangan, uang tunai, serta obat-obatan dan perlengkapan P3K.
Selain itu, tas siaga juga perlu dilengkapi dengan telepon seluler dan pengisi daya atau power bank, makanan ringan tahan lama, masker, serta cairan pencuci tangan.
“Kalau ada suatu hal, tinggal diangkat saja Tas Siaga Bencana,” ujar Yohan.
Menurut dia, gagasan mengenai tas siaga kembali mengemuka saat muncul kekhawatiran terkait gejala Megatrust, yaitu siklus besar yang disebut sudah 276 tahun tidak terjadi dan menjadi perhatian BMKG.
Dalam podcast bertema “Mitigasi Bencana Ala Jepang”, Managing Director NPO Federation of Bosai Education Hyogo Hiroyuki Nakanishi, mengatakan pendidikan penanganan bencana merupakan hal yang sangat penting.
Ia mencontohkan, pada 2018 Jepang menetapkan undang-undang yang mewajibkan kurikulum penanggulangan bencana bagi siswa sejak kelas 3 SD.
Aturan ini dinilai menjadi salah satu kunci kesuksesan pendidikan kebencanaan di Jepang.
Menurut Hiroyuki, peran pemerintah dan masyarakat sama-sama penting.
Pemerintah bertugas menyebarkan pengetahuan kebencanaan, sedangkan masyarakat perlu sadar bahwa pendidikan mitigasi adalah hal yang krusial.
Chief Executive Officer Wownas.Co.Ltd. Akiko Sakaguchi menambahkan mitigasi bencana di Jepang bahkan sudah menjadi gaya hidup.
Ia mencontohkan tas sekolah anak-anak di Jepang dilengkapi dengan peluit untuk memanggil pertolongan ketika terjadi gempa.
Akiko juga menyoroti pentingnya media dalam menyampaikan edukasi kebencanaan.
Di Jepang, televisi menayangkan program khusus berisi simulasi bencana seperti fenomena Megatrust.
Konten semacam ini bertujuan agar masyarakat lebih siap menghadapi risiko bencana yang kapan saja bisa terjadi.
@ohayo_jepang Banyak yang gak tahu, ada tekanan di Jepang yang bikin puluhan ribu orang menghilang. Mereka ninggalin semuanya—keluarga, kerjaan, bahkan identitas. Budaya sosial ini sampai punya nama sendiri. Dan yang lebih gila, ada jasa profesional yang bantu mereka ngilang tanpa jejak. Budaya apa sih ini? 🎥 Tonton videonya sampai habis biar kamu ngerti kenapa negara seaman dan serapi Jepang… bisa punya sisi segelap ini. Kreator Konten: Zahra Permata Jodea Produser: Luthfi Kurniawan Penulis: Resa Eka Ayu Sartika #OhayoJepang #Tinggaldijepang #KerjadiJepang ♬ suara asli - Ohayo Jepang