OHAYOJEPANG - Saat udara mulai sejuk dan dedaunan berubah menjadi merah di Jepang, ada satu suara lembut yang mengalun di jalan-jalan sepi: panggilan khas penjual yaki-imo.
Seruan berirama “yaki-imo, yaki-imo” menandai datangnya musim gugur, sementara aroma ubi panggang menyebar di udara dingin malam.
Suara itu bukan sekadar ajakan membeli, melainkan penanda musim yang akrab di hati banyak orang Jepang.
Wangi ubi panggang yang manis berpadu dengan kesejukan udara menjadikan yaki-imo sebagai simbol kenyamanan sederhana di musim gugur.
Truk penjual yaki-imo yang menyusuri lingkungan perumahan dianggap sebagai bagian penting dari budaya musiman Jepang.
Mereka menyatukan rasa, kenangan, dan waktu dalam satu pengalaman hangat.
Baca juga:
Yaki-imo berarti “ubi panggang” dan dibuat dengan memanggang ubi utuh beserta kulitnya hingga menjadi lembut dan karamelisasi.
Proses pemanggangan yang lambat membuat gula alami dalam ubi keluar, menghasilkan rasa manis alami dan tekstur lembut yang menenangkan.
Dahulu, ubi ini dipanggang di atas batu kerikil panas atau arang dalam oven kecil di atas truk yang berkeliling kampung sambil memanggil pembeli.
Metode tersebut membuat panas merata, menghasilkan bagian dalam yang berwarna keemasan dan manis mendalam.