OHAYOJEPANG - Ketika seseorang bertanya “bulan Oktober musim apa?” di Jepang, jawabannya sering mengarah pada koyo atau daun musim gugur yang berubah warna.
Namun di balik warna dedaunan, Oktober juga dikenal sebagai musim jamur, terutama jamur yang tumbuh di hutan pinus.
Salah satu yang paling terkenal adalah jamur matsutake, disusul jamur populer lain seperti shiitake dan maitake yang mulai ramai di pasar dan hutan Jepang.
Bagi masyarakat Jepang, jamur musim gugur bukan sekadar hasil panen musiman.
Jamur ini melekat kuat pada budaya makan, tradisi, dan cara orang Jepang merayakan pergantian musim.
Baca juga:
Matsutake (松茸) secara harfiah berarti jamur pinus, berasal dari kata matsu yang berarti pinus dan take yang berarti jamur.
Jamur ini tumbuh secara alami di dasar hutan pinus merah Jepang (Pinus densiflora) yang ditutupi jarum-jarum pinus.
Matsutake hidup dalam hubungan simbiosis dengan pohon pinus sehingga tidak bisa dibudidayakan secara pasti seperti jamur lain.
Kondisi ini membuatnya langka dan sangat berharga di Jepang.
Musim panen matsutake biasanya berlangsung dari September hingga awal November sehingga bulan Oktober dianggap sebagai puncak musimnya.
Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang (MAFF) bahkan menyebut matsutake gohan atau nasi matsutake yang dimasak bersama kaldu kombu sebagai hidangan khas musim gugur.
Aroma matsutake yang tajam, segar, dan berpadu nuansa pinus menjadi daya tarik utamanya.
Jamur ini sering disebut dalam sastra, menu upacara, hingga hadiah musiman sebagai simbol kedatangan musim gugur.
Namun hasil panen matsutake semakin menurun akibat perubahan kondisi hutan sehingga menjadikannya simbol rapuh dari kekayaan alam Jepang.
Selain matsutake, Jepang juga mengenal berbagai jamur lain yang menjadi favorit selama musim gugur.
Shiitake (椎茸 / Lentinula edodes) adalah jamur yang umum dijumpai di dapur Jepang.
Meskipun bisa ditemukan sepanjang tahun karena dibudidayakan luas, shiitake segar di musim gugur memiliki cita rasa yang lebih kuat.
Jamur ini sering digunakan dalam berbagai hidangan seperti nabe (hot pot), kuah kaldu, dan tempura.
Sementara itu, maitake (舞茸 / Grifola frondosa), dikenal sebagai “jamur menari”, tumbuh berkelompok di pangkal pohon dan biasanya dipanen pada bulan-bulan yang lebih sejuk.
Maitake kerap muncul dalam deretan jamur musim gugur bersama matsutake dan shiitake karena teksturnya yang lembut serta aromanya yang khas.
Jamur lain seperti bunashimeji, enoki, hiratake, dan eringi juga banyak digunakan di musim gugur hingga musim dingin meskipun sebagian besar berasal dari hasil budidaya.
Jamur musim gugur di Jepang memiliki makna yang melampaui sekadar bahan makanan.
Matsutake dan teman-temannya mencerminkan kesadaran akan perubahan musim serta keindahan yang sementara, sejalan dengan konsep mono no aware dalam budaya Jepang.
Fakta bahwa matsutake hanya tumbuh liar dan sulit dibudidayakan menambah pesona serta nilai simboliknya.
Dalam dunia kuliner Jepang, jamur musim gugur juga merepresentasikan konsep shun (旬), yaitu kesegaran bahan makanan sesuai musimnya.
Hidangan seperti matsutake gohan atau dobin mushi (sup jamur kukus dalam teko kecil) menjadi bentuk perayaan aroma dan kehalusan cita rasa musim gugur.
Di berbagai hutan Jepang selama Oktober, pendaki atau penduduk lokal sering menemukan jamur tersembunyi di bawah lapisan daun kering.
Bagi mereka, mencari jamur menjadi pengalaman menikmati alam sekaligus memahami hubungan manusia dan musim.
Harga jamur matsutake bisa mencapai nilai yang mengejutkan di pasar Jepang.
Karena tumbuh liar dan sangat langka, jamur ini terkadang dijual hingga puluhan ribu yen per buah.
Pada beberapa tahun, satu matsutake yang ditemukan di awal musim bahkan dapat laku lebih dari 10.000 yen atau setara ratusan dolar Amerika.
Selain matsutake, ada pula jamur Rhizopogon roseolus atau shōro yang juga tumbuh di hutan pinus dan dianggap sebagai makanan istimewa.
Keberadaan berbagai jenis jamur yang hidup di bawah pohon pinus memperlihatkan betapa eratnya hubungan antara ekosistem hutan dan kekayaan kuliner musim gugur Jepang.
Jamur-jamur ini bukan hanya bahan makanan, melainkan juga simbol penghargaan terhadap alam serta perubahan musim.
Sumber: