Jamur lain seperti bunashimeji, enoki, hiratake, dan eringi juga banyak digunakan di musim gugur hingga musim dingin meskipun sebagian besar berasal dari hasil budidaya.
Jamur musim gugur di Jepang memiliki makna yang melampaui sekadar bahan makanan.
Matsutake dan teman-temannya mencerminkan kesadaran akan perubahan musim serta keindahan yang sementara, sejalan dengan konsep mono no aware dalam budaya Jepang.
Fakta bahwa matsutake hanya tumbuh liar dan sulit dibudidayakan menambah pesona serta nilai simboliknya.
Dalam dunia kuliner Jepang, jamur musim gugur juga merepresentasikan konsep shun (旬), yaitu kesegaran bahan makanan sesuai musimnya.
Hidangan seperti matsutake gohan atau dobin mushi (sup jamur kukus dalam teko kecil) menjadi bentuk perayaan aroma dan kehalusan cita rasa musim gugur.
Di berbagai hutan Jepang selama Oktober, pendaki atau penduduk lokal sering menemukan jamur tersembunyi di bawah lapisan daun kering.
Bagi mereka, mencari jamur menjadi pengalaman menikmati alam sekaligus memahami hubungan manusia dan musim.
Harga jamur matsutake bisa mencapai nilai yang mengejutkan di pasar Jepang.
Karena tumbuh liar dan sangat langka, jamur ini terkadang dijual hingga puluhan ribu yen per buah.