Pakar budaya Hikmat Darmawan menyebut bahwa awal mula kemunculan cosplay berhubungan erat dengan pertumbuhan budaya populer di Jepang.
Hal itu berkaitan dengan perkembangan ekonomi konsumsi di Jepang setelah Perang Dunia II.
Ekonomi konsumsi, menurutnya, menjadi satu-satunya pilihan bagi Jepang yang telah kalah perang.
Mereka tidak bisa melanjutkan ekonomi berbasis militer yang sebelumnya menjadi salah satu kekuatan dominan dari Jepang, misalnya industri senjata, besi, dan sebagainya.
“Fokusnya beralih ke konsumsi. Ada manufaktur benda-benda konsumsi, tapi yang tidak dilupakan adalah tentu saja industri hiburan,” ujarnya kepada Ohayo Jepang, Jumat (23/5/2025).
Kehadiran industri ini menjadi sarana bagi generasi muda untuk mencari makna dan identitas diri.
Ia menyoroti mangaka yang dianggap sebagai pionir, seperti Osamu Tezuka, telah berperan besar dalam menghidupkan manga dan kisah anime. Karya-karyanya, seperti Astro Boy, ditujukan untuk menghibur anak-anak Jepang pasca-perang.
“Untuk bisa mendampingi, menghibur, memberi penghiburan, dan memberi makna terhadap kehancuran yang disaksikan selama perang,” ungkapnya menjelaskan tujuan Tezuka menghidupkan industri hiburan lewat manga.
Setelah masa fundamental kehadiran manga pasca perang, Hikmat menjelaskan bahwa pada tahun 1970-an, kehadiran budaya cosplay mulai muncul.